Sajak-sajak
Syarif Santava
dari Waduk Sermo
sampai Kali Biru
dari
Waduk Sermo sampai Kali Biru
hati
kita telah lepas, berubah
menjadi
burung yang terbang melambung.
Pada
bukit-bukit yang mempunyai
banyak
tikungan, kita menaruh
banyak
kenangan.
dari
Waduk Sermo sampai Kali Biru
kita
membaca sajak-sajak tuhan
dari
ubun-ubun perbukitan.
Cinta
tuhan yang kita rindukan
telah
tampak sebagai pepohonan,
dengung
lebah, dan bisik dedaunan.
sepanjang
jalan, doa dan harapan
kita
taruh pada roda yang bekerja
agar
sajak-sajak tuhan bisa kita
khatamkan.
Sangon 2018
Sangon
inilah
tanah Sangon
tanah
di mana petuah
leluhur
tetap tumbuh.
aku
membuka diriku di tanah ini
agar
segalanya masuk padaku;
menjadi
batu, menjadi nira
dan
menjadi emas yang mengumpat
di
jantung tanah ini.
di
sini, zikir lebih rimbun
dari
pepohonan dan lebih dingin
dari
angin yang bertamu di setiap
rumah.
aku
jatuh cinta pada malam di sini
sebab
ia selalu membacakan aku
sajak
paling bijak yang ditulis
tuhan
pada tanah sangon ini.
Sangon 2018
Kasorang
-Kholil Ramli
Kesendirian
adalah Merbabu tanpa pendaki
cinta
di dadamu lebih elok dari
bunga
Edelweis dan lebih lapang
dari
sabana.
kamu
adalah pepohonan di sepanjang
jalan
setapak sebelum sampai pada
puncak
yang menyimpan banyak
sajak-sajak
tuhan.
Sangon 2018
Masak-masak
aku
selalu percaya bahwa rezeki
tidak
akan pernah mati. Kecuali
kita
telah kembali pada asal.
dunia
tidak hanya berwarna kelabu
seperti
warna kabut di sangon ini
atau
seperti asap dari cerobong pabrik
tetapi
juga ada warna lain. Semisal
seperti
warna wortel dan kentang
yang
sedang di masak pagi ini.
hidup
adalah gerombolan bumbu-bumbu
masak
ini. selalu ada yang tertindas
untuk
mencipta rasa yang sedap.
pagi
ini, aku melepas doa bersema
kepul
asap di atas bubung dapur
agar
masa depan selalu jernih
dan
sedap, seperti halnya sup
pagi
ini.
Sangon 2018
Suatu Hari di Rumah Anda
:
Tatok
Saya
suka pada rumah Anda;
pada
kesederhanaan yang ada,
pada
sepi yang menyala-nyala,
dan
benda-benda yang dihidupkan
oleh
cinta.
tidak
hanya itu, saya juga suka
pada
kata-kata yang mengepung
rumah
Anda. Kata yang sering
menemani
ibu Anda membaca musim
di
rumah Anda, saya menidurkan
semua
hal janggal, dan merenungkan
yang
tunggal.
di
beranda Anda, saya membunuh tol
di
kepala saya, juga gedung-gedung
yang
melahirkan malapetaka.
kemudian
mengutuk diri saya sendiri
menjadi
seekor merpati seperti kepunyaan
Anda.
Sangon 2018
Di Rumah Ibu Sunarsih
aku
suka pada rumah yang mengumpat
di
punggung pepohonan ini. masih
patuh
pada titah leluhur. Semuanya
masih
asri. Pagi masih seperti kecup
di
kening.
asap
mengepul di bubungan dapur
menerjemah
bahasa perut yang carut-
marut.
di
pagi hari, tuhan selalu saja
mengirim
burung-burung untuk bersajak
perihal
si pengambil nira dan si
Penambang
emas.
aku
masih berdiam diri di sini
membiarkan
bibir terkatup seperti
peti
mati. Sebab tak ada kosa kata
untuk
berbicara tentang asal-usul.
Sangon 2018
*puisi ini pernah dimuat di koran Padang Ekspres, Minggu, 7 Oktober 2018
*puisi ini pernah dimuat di koran Padang Ekspres, Minggu, 7 Oktober 2018
*)Syarif Santava lahir di
Sumenep, Madura. Sedang belajar di Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN
Suka Yogyakarta. Bergiat di Komunitas Menulis Pinggir Rel (MPR), dan juga aktif
di Teater
Masyarakat Bawah Langit.