1. Kompas
opini@kompas.co.id, opini@kompas.com
Honor cerpen Rp. 1.400.000,- (tanpa potong pajak), honor puisi Rp. 550.000,-, biasanya 2-3 hari setelah pemuatan, honor sudah ditransfer ke rekening penulis.


2. Koran Tempo
ktminggu@tempo.co.id
Honor cerpen tergantung panjang pendek cerita, biasanya Rp. 750.000,-  honor puisi Rp. 600.000,- Ditransfer 2 mingguan setelah pemuatan.


3. Jawa Pos
ari@jawapos.co.id
Honor cerpen Rp. 925.000,- ; honor puisi Rp. 725.000,-; honor resensi Rp. 630.000,-. Ditransfer 1-2 minggu setelah cerpen/puisi dimuat.


4. Suara Merdeka
swarasastra@gmail.com
Kirimkan cerpen, puisi, esai sastra, biodata, dan foto close up Anda. Cerpen maksimal 10.000 karakter termasuk spasi. Honor cerpen Rp. 300.000,- (potong pajak), honor puisi Rp. 190.000,- (tanpa potong pajak), hubungi redaksi via email/telepon untuk konfirmasi pencairan honor, jangan lupa tanggal pemuatan cerpen. Bisa diambil langsung ke kantor redaksi atau kantor perwakilan redaksi di kota Anda—jika ada.


5. Media Indonesia
cerpenmi@mediaindonesia.com cc. cerpenmi@yahoo.co.id
puisi@mediaindonesia.com cc. PuisiMedia@yahoo.com
Naskah cerpen maksimal 9.000 karakter. Honor pemuatan cerpen Rp. 705.000,-  (sudah dipotong pajak); Puisi full 1 penyair Rp. 625.000, 2 penyair Rp. 300.000,-; Bidasan Bahasa Rp. 47.000,-


6. Republika
sekretariat@republika.co.id
Tidak ada pemberitahuan dari redaksi terkait pemuatan cerpen. Sudah lama tidak memuat puisi. Honor cerpen Rp. 400.000,- (potong pajak), tetapi—pengalaman beberapa rekan penulis, harus sabar menagih ke redaksi beberapa kali agar segera cair alias agak susah cair honornya.


7. Suara Karya
redaksisk@gmail.com , ami.herman@yahoo.com
Honor cerpen Rp. 250.000,- (tanpa potong pajak), hubungi redaksi via email/telepon untuk konfirmasi pencairan honor, atau bisa diambil langsung ke kantor redaksi.


8. Basabasi.co
gerobaknaskah@basabasi.co
Honor cerpen dan esai Rp. 300.000,- puisi Rp. 250.000,- rehal buku (resensi) Rp. 200.000,- serta artikel ringan Rp. 100.000. Genre dan tema cerpen dan puisi bebas, boleh nyastra atau ngepop. Esai diutamakan analitis, aktual, namun nyantai dibaca. Temanya bebas dan boleh “nakal”. Honor cair biasanya keesokan harinya dari tayang.


9. Pikiran Rakyat
khazanah@pikiran-rakyat.com
Honor cerpen Rp. 300.000,- (potong pajak), honor 3 puisi Rp. 145.000,-. Hubungi bagian keuangan via telepon untuk konfirmasi pencairan honor setelah 2-3 hari dimuat, honor ditransfer 2-3 minggu setelah konfirmasi, atau bisa diambil langsung ke kantor redaksi.


10. Tribun Jabar
cerpen@tribunjabar.co.id, hermawan_aksan@yahoo.com
Selain ada cerpen berbahasa Indonesia setiap Minggu, juga ada cerpen bahasa Sunda setiap hari Kamis bersambung Jumat. Honor cerpen Rp. 300.000,-. Honor ditransfer 3 hari atau 1 minggu setelah dimuat.


11. Kedaulatan Rakyat
naskahkr@gmail.com, jayadikastari@yahoo.com
Panjang cerpen maksimal 5.000 karakter dengan spasi. Honor cerpen Rp. 350.000,-


12. Joglo Semar
harianjoglosemar@gmail.com
Honor cerpen Rp. 100.000,- hubungi redaksi via email/telepon untuk konfirmasi pencairan honor, atau bisa diambil langsung ke kantor redaksi.


13. Minggu Pagi (Yogyakarta)
we_rock_we_rock@yahoo.co.id
Terbit seminggu sekali setiap Jumat. Honor cerpen Rp. 100.000,- hubungi redaksi via email/telepon untuk konfirmasi pencairan honor, atau bisa diambil langsung ke kantor redaksi.


14. Radar Surabaya
radarsurabaya@yahoo.com, diptareza@yahoo.co.id
Honor cerpen Rp. 200.000,- (potong pajak), puisi Rp. 52.000. Honor cair sekitar 2 bulan setelah dimuat, lebih cepatnya hubungi bagian keuangan redaksi.


15. Lampung Post
lampostminggu@yahoo.com
Menerima cerpen, puisi, dan esai. Honor cerpen, puisi dan esai Rp. 250.000,- Untuk pencairan honor hubungi email bagian keuangan di emil_lampost@yahoo.com


16. Padang Ekspres
yusrizal_kw@yahoo.com, cerpen_puisi@yahoo.com
Honor cerpen Rp. 150.000,- s/d Rp. 200.000,- honor puisi Rp. 125.000,-. Hubungi redaksi via email/telepon untuk konfirmasi pencairan honor, jangan lupa tanggal pemuatan cerpen, bisa diambil langsung, atau minta tolong teman mengambilkan honor ke kantor redaksi.


17. Haluan (Padang)
haluanpadang@gmail.com , nasrulazwar@yahoo.com
Honor cerpen Rp. 100.000,- honor puisi Rp. 50.000,-. Hubungi redaksi via email/telepon untuk konfirmasi pencairan honor, jangan lupa tanggal pemuatan cerpen, atau bisa diambil langsung ke kantor redaksi.


18. Singgalang (Padang)
hariansinggalang@yahoo.co.id, a2rizal@yahoo.co.id
Honor cerpen Rp. 150.000,- esai Rp. 50.000,- resensi Rp. 25.000,- Hubungi redaksi via email/telepon untuk konfirmasi pencairan honor, atau bisa diambil langsung ke kantor redaksi.


19. Riau Pos
budayaripos@gmail.com, kabut.azis@gmail.com
Honor cerpen dan puisi Rp. 150.000,- esai Rp. 100.000,- resensi Rp. 100.000,-. Hubungi redaksi via email/telepon untuk konfirmasi pencairan honor, atau bisa diambil langsung ke kantor redaksi.


20. Analisa (Medan)
rajabatak@yahoo.com
Honor cerpen Rp. 150.000,- puisi Rp. 25.000/puisi. Hubungi redaksi via email/telepon untuk konfirmasi pencairan honor, atau bisa diambil langsung ke kantor redaksi.


21. Jurnal Cerpen Indonesia
jurnalcerpen@yahoo.com, jurnalcerita@yahoo.com
Honor cerpen Rp. 250.000,- hubungi redaksi via email/telepon untuk konfirmasi pencairan honor, atau bisa diambil langsung ke kantor redaksi.


22. Majalah Horison
horisoncerpen@gmail.com, horisonpuisi@gmail.com
Honor cerpen Rp. 450.000,- honor puisi Rp. 30.000,- s/d. Rp. 50.000,- per puisi. Hubungi redaksi via email/telepon untuk konfirmasi pencairan honor atau bisa diambil langsung ke kantor redaksi, dan kadang honor dikirim via wesel jika tidak ada nomer rekening.


23. Majalah Esquire
 cerpen@esquire.co.id
Honor cerpen Rp. 775.000,- s/d. Rp. 825.000,- sesuai panjang tulisan. Jika akan dimuat ada konfirmasi dari redaksi.


24. Medan Bisnis
mdn_bisnis@yahoo.com
Honor cerpen Rp. 45.000,- puisi Rp. 20.000,-/puisi


25. Majalah Suara Muhammadiyah
 redaksism@gmail.com
Honor cerpen Rp. 100.000,- hubungi redaksi via email/telepon untuk konfirmasi pencairan honor, atau bisa diambil langsung ke kantor redaksi.


26. Majalah Ummi
 kru_ummi@yahoo.com
Tema cerpen seputar keluarga dan rumah tangga. Honor cerpen Rp. 250.000,- (dipotong pajak) ditransfer paling telat satu bulan setelah pemuatan. Ada konfirmasi jika akan dimuat.


27. Majalah Kartini
 redaksi_kartini@yahoo.com
Honor cerpen Rp. 350.000,- Sekarang honor ditransfer ke rekening penulis sekitar 3 bulanan atau jika belum juga silakan hubungi redaksi via email atau sosial media Kartini. Ada konfrimasi jika akan dimuat.


28. Majalah Alia
 majalah_alia@yahoo.com
Honor cerpen Rp. 300.000,- Ada konfirmasi pemuatan.


29. Majalah Femina
 kontak@femina.co.id
Honor cerpen Rp. 975.000,- dan cair seminggu setelah dimuat. Ada konfirmasi jika akan dimuat dan menanda-tangani surat pernyataan keaslian karya di atas matrai.


30. Suara NTB
hariansuarantb@gmail.com
Honor cerpen Rp. 100.000,- puisi Rp. 25.000,-/puisi


31. Majalah Gadis
 GADIS.Redaksi@feminagroup.com
Tema cerpen khas ala remaja/teenlit. Honor untuk Percikan (cerpen mini tiga halaman) Rp. 525.000,- Honor untuk Cerpen Rp. 723.000,- ditransfer 1 bulanan setelah majalah terbit.


32. Majalah Annida-online
majalah_annida@yahoo.com
Ada konfirmasi pemuatan cerpen via email redaksi Annida-online. Honor cerpen Rp. 70.000,-  maksimal sebulan setelah pemuatan honor sudah ditransfer.


33. Majalah Bobo
naskahbobo@gramedia-majalah.com , bobonet@gramedia-majalah.com
Honor cernak Rp. 250.000,- hubungi redaksi via email/telepon untuk konfirmasi pencairan honor, atau bisa diambil langsung ke kantor redaksi.


34. Kompas khusus Cerpen Anak
opini@kompas.co.id, opini@kompas.com
Pada subjek email ditulis CERPEN ANAK: JUDUL CERPEN. Honor cerpen Rp. 300.000,- Resensi buku anak honor Rp. 250.000,- Honor cair tiga hari setelah pemuatan.


35. Tabloid Nova
 nova@gramedia-majalah.com
Honor cerpen Rp. 430.000,- Honor ditransfer sebulan setelah dimuat.


36. Inilah Koran (Jawa Barat)
inilahkoran@inilah.com, redaksijabar@inilah.com
Honor: 100.000 (mhasiswa)-150.000(umum). Lebih baik minta dicairkan pada teman yang berdomisili di Bandung.


37. Majalah HAI (Majalah Cowok)
cerpen_hai@yahoo.com
Honor Rp. 300.000,-. Dengan spesifikasi: panjang tulisan maksimal 6000 karakter (berikut spasi). 6000 – 9000 karakter, ketik 2 spasi, kertas folio/A4 format rtf. Kirim via e-mail dengan subjek CERPEN. Terbit tiap Senin.


38. Majalah Kawanku
cerpenkawanku@gmail.com
Honor Rp. 275.000,-. Cerpen remaja, maks. 8 halaman A4, ketik 2 spasi.
Cantumkan identitas lengkap, alamat, dan nomor rekening
Jika 3 bulan tidak dimuat, berarti cerpen tak layak muat.

39. Wonder Teens
majalah.teen@gmail.com, majalah.teen2@gmail.com
Cerpen teenlit, maks. 6 hal A4, ketik1,5 spasi.


40. Majalah Pesona.
 pesona@feminagroup.com
Panjang cerpen 10.000-an karakter dengan 2 spasi, honor sekitar Rp 850.000


41. Bangka Pos
edisiminggu@gmail.com
Honor cerpen Rp. 100.000,- puisi Rp. 20.000,-/puisi. Menurut pengalaman, susah pencairannya.


42. Indopos (Jakarta)
calzoumbachrisutardji@gmail.com
Menerima kiriman puisi, biasanya memuat tiga penyair setiap minggunya. Honor setiap penyair Rp. 250.000,-


43. Koran Merapi Pembaruan (Yogyakarta)
 budaya.merapi@yahoo.co.id
Honor cerpen Rp. 100.000,- puisi Rp. 75.000,-. Honor bias diambil langsung di kantor redaksi.


44. Banjarmasin Post
hamsibpost@yahoo.co.id
Menerima kiriman tulisan Cerpen, Puisi dan Esai


45. Media Kalimantan
sfilry@yahoo.co.id
Menerima kiriman tulisan Cerpen, Puisi dan Esai


46. Radar Banjarmasin
redaksi@radarbanjarmasin.co.id
Menerima kiriman tulisan Cerpen, Puisi dan Esai

47. Majalah Kandaga
majalah.kandaga@gmail.com
Redaksi menerima karya berupa esai, puisi, cerpen, ulasan buku, feature tentang budaya dan kekhasan Banten, tulisan ringan tentang kasus kebahasaan, serta karya-karya siswa. Majalah ini akan terbit perdana bulan April 2016 dan direncanakan akan terbit tiga kali setahun. Ada honor pemuatannya.



48. Detik.com
Menerima cerpen ke email: mumu@detik.com
Honor belum tahu, tapi informasi samar-samar ada


49. Malangvoice.com
email: nawakmvoice@gmail.com
Menerima kiriman tulisan Opini, Cerpen,dan Puisi dengan menyertakan nama lengkap, foto diri, dan narasi singkat identitas penulis. Sertakan pula nomor rekening dan nomor kontak yang bisa dihubungi. Berarti ada honornya, walaupun admin belum tahu.
CATATAN:
Untuk keperluan upadate postingan ini, apabila ada perubahan email, honorarium tulisan atau penambahan media yang menerima tulisan (baik cerpen, puisi, esai atau resensi) bisa langsung memberikan komentar di bawah postingan ini. Mohon kerjasamanya, demi kebaikan bersama. Dari penulis oleh penulis dan untuk penulis, berkaryalah kawan…!!

*) berbagai sumber
Basabasi.Co: Esai Anton Kurnia "Racun dalam Gelas"; Cerpen Anggung Prameswari "Senyum Ning"; Puisi Achmad Muchlish Amrin "Kaloser , Carok , Bindreng , Molotan , Kuda Banuaju , Sajak Buah Pinang"

Analisa Medan: Cernak Ubai Dillah Al Anshori "Teka-teki Dalam Bekal Dinda" dan Sisi Rosida "Rumahku Kebanjiran"; Cerma Eva Riyanty Lubis "Valentine untuk Feby"; Cerpen Sion Pinem "Bumi Turang"; Puisi Ilham Wahyudi dan Tanita Liasna

Minggu Pagi: Cerma Eni Wulansari; Cerpen Triman Laksana ; Puisi  M Haryadi

Koran Merapi Pembaruan: Esai Hamdy Salad "Memori Lama, Album dan Kisah"

Suara NTB: Cerpen Eko Triono "Yang Buta di Tengah Laut"; Puisi Irma Agryanti Sekartaji

INDO POS: Puisi Poetry Ann, Riki Utomi dan Abdillah Mubarak Nurin

Koran Tempo: Cerpen Joss Wibisono "Kamar 256"

Harian Rakyat Sumbar: Cerpen Silvina Nugrashifa Rukmana "Surau Tua"; Puisi Nuraz Aji "Minggu Pagi", Siti Ayuna "Mimpi Sang Pemuda", Marina Novianti "Tentang Malam", dan Tri Adnan "Sehelai Rambun dan Angin"; Esai Zulfikar "Kilau Giok Aceh di Madagascar"

Singgalang: Cerpen AR. Rizal/J. Rizal

Serambi IndonesiaCerpen Ida Fitri "Maop"; Puisi Sulaiman Juned "Lawe Bulan , Bala , Menziarahi Makammu Mak"

Haluan: Cerpen Denny Indra Praja "Pada Gigitan Apel Pertama"; Puisi Rofiq L Hayat "Nyanyian Malam , Hampa , Ujung Senja"

Media Indonesia: Cerpen Ayi Jufridar "Bukit Duka"; Puisi Dedi Sahara dan Sunlie Thomas Alexander

KOMPAS: Cerpen Faisal Oddang "Mengapa Mereka Berdoa Kepada Pohon?"; Puisi Riki Dhamparan Putra "Bukit Jagung Lamaholot , Obituari Buluh , Meratap-ratap di Dapur One" 
Lampung Post: Cerpen Alex R. Nainggolan "Jika Kau Stasiun, Aku adalah Sebuah Kereta"; Puisi Sofi AS "Menarik Timba , Bunga Tanjung dari Kecubung , Walang Kekek"

Jawa Pos: Cerpen Gunawan Mariyanto "Cerita Telur Pecah"; Puisi Samsudin Adiawi

Padang EkspresCernak Septi Miranda Ayuri "Kursi Goyang Buatan Kakek"; Cerpen Andesta Herli W "Empu Terakhir"; Puisi Riki Fernando "Penantian Pertama , Tirai Tikai", Yona Primadesi "Yang Kami Lakukan Kemarin Sore". Cerma Boni Chandra "Perihal Nama-Nama".

Riau PosCerpen Rian Harahap "Ladang dan Pemakaman" Puisi Sutarman Eka Ardhana & Kevin Khanza Jaelani; Esai Ramon Damora "Estetika Diam Mat Syam" & Fakhrunnas MA Jabbar "Mewariskan Tunjuk Ajar Melayu ke Generasi Baru".

Xpresi Riau PosCerpen Muhammad Chandra "Cakrawala Sendu"; Puisi Muhammad Nur Ikhsan "Percayalah! , Liburan , Bertemu Tuhan"; Nur Selvi Apriani "Gersang Miskin , Malam Kabut"

REPUBLIKA: Cerpen Risda Nur Widia "Kereta Pengantar Roh"; Esai Udji Kayang Aditya Supriyanto "Menemukan Jalan Pulang"

Pikiran Rakyat: Cerpen Aris Kurniawan "Kasihanilah Mereka, Maryam!"; Puisi Ari Andriansyah "Jalan , Topeng", Desi Ekasari "Kemacetan Jalan , Kertas Sakti , Pulang"

Tribun Jabar: Cerpen A. Warits Rovi "Pelajaran Kedukunan dari Seorang Pemulung"

Inilah Koran: Cerpen Adi Zamzam "Mimpi Palupi"

Kedaulatan Rakyat: Cerpen Achmad Munjid; Puisi Budhi Setyawan

SKH Banjarmasin PostCerpen  Adi Zamzam  "Yang Selalu Datang": Puisi Muhammad Arfani Budiman "Kedai Bambu , Perempuan Senja , Kepada Bulan"; Esai Zulfaisal Putera "Rezim Plastik"

Suara Karya; Cerpen Otang K Baddy "Pencari Lidi"; Puisi Sutirman Eka Ardhana "Sawah , Suatu Pagi , Percakapan Padi , Ketika di Tegalan Sawah , Nyanyian Sawah , Bertanya pada Sawah , Orang-orang di Sawah; Esai Sihabuddin "Membaca untuk Indonesia"

SKH Media Kalimantan: Esai Sumasno Hadi "Cinta Nahdi dan Sajak-sajak yang Tersesat" dan Nauka N. Prasadina "Menulis di Wattpad"

SKH Radar Banjarmasin: Cerpen Kurnia J.R. "Lukisan Jeihan di Kolong Viaduk"; Puisi Mustofa W. Hasyim "Hari-hari 1965-1967 , Kampung Hilang dari Peta , Mata Air , Sungai Gajah Uwong , Menyusuri Leluhur di Kampung"

Radar Surabaya: Cerpen Masdar Zainal "Keluarga Kiwir": Puisi Tika Lesatari; Resensi Nurhadi

Radar Bromo: Cerpen Nurillah "Rumah Mbah Ja"; Esai Abduh Khoir "Bu, LGBT itu apa?"

Radar Mojokerto: Cerpen Ken Hanggara "Badut di Ujung Gang"; Esai Cucuk Espe "Lahirologi"; Puisi Achmad Fatoni "Harus Berkata Apa pada Angin , Hampar , Tak Lagi Mimpi , Perkara Senja , Perkara Kedamaian"

Radar Malang: Cerpen Yuditeha "Kebun Apel"; Esai A. Elwiq Pr "Surat dari Praha untuk Siapa?"; Puisi Nida A. S. dan Lukito Wahyu Setyo

Malang Post: Cerpen Ken Hanggara "Bung Panu"; Puisi Nida A.S. dan Fakhrul Hakim; Esai Wishnu Mahendra W

FEMINA: Cerpen Eva Purwaningtyas "Jenang Krasikan" dan Umaya Santi "Utuh"

Pos KupangPuisi Ana Meilan "Menyambut Pagi, Bulan", Diva Natasya Souisa "Keindahan Sekolahku", Stenley Jepira "Hari Baru Telah Mulai", Felsi "Mentari Pagi", Manuria M. Anu, "Asri Sekolah", Edy Y. Soge "Suatu Senja, Selesma, Selepas Lambaian Tangan, Luka, Kepad-Mu, Sungguh Perlu Didoakan, Puisi, Jendela".

Merah Putih Pos: Cerpen Achmad Sultoni "Gadis Kunang-Kunang"; Puisi Irul S Budianto "Rindu Membisu" dam Fernanda Rochman Ardhana 

>>Berbagai sumber
Basabasi.Co: Esai A Yusriyanto Elga "Wasit"; Cerpen Sungging Raga ""Tidak, Saya Sudah Dijemput.""; Puisi Damhuri Muhammad "Janji Tukang Jahit , Residu RIndu , Jejak Sentuhan Tanpa Sidik Jari , Yang Mengail di Remang Senja Penghabisan"

Analisa Medan: Cernak Ubai Dillah Al Anshori "Teka-teki Dalam Bekal Dinda" dan Sisi Rosida "Rumahku Kebanjiran"; Cerma Eva Riyanty Lubis "Valentine untuk Feby"; Cerpen Sion Pinem "Bumi Turang"; Puisi Ilham Wahyudi dan Tanita Liasna

Minggu Pagi: Cerma El Mahvud "Kejutan Valentine" Cerpen Basuki Fitrianto "Laki-laki Tua Berselendang Hitam"; Puisi  Fauzi Abdul Salam "Kau , Angin Pun Menepi , Dunia Ngeri-ngeri Sedap , Patung Perunggu".

Koran Merapi Pembaruan: Esai A. Zakky Zulhazmi "Rumah Sastrawan"; Puisi Kedung Darma Romansha "Anamnesis , Puisi dengan Sejuta Goyangan , Masa Lalu yang Terjatuh ke Dalam Senyumanmu , Buku-buku yang Merekammu"

Suara NTB: Cerpen Bunga D. Prasasti "Selokan"; Puisi Kamil Dayasawa

INDO POS: Puisi Budhi Setyawan dan Aslan Abidin

Koran Tempo: Cerpen Deddy Arsya "Kepala yang Bergasing"

FAJAR Sumatera: Cerpen Daruz Armedian "Di Sebuah Stasiun yang Diacuhkan Kereta"; Puisi Yoga Pratama

Haluan: Cerpen Nurhasanah Zurria "Nona Kecil Tiba di Surga"; Puisi Nurfatimah Putri "Makam , Pada Siapa , Jejak Purnama"

Media Indonesia: Cerpen Yulhasni "Ransel Merah Kardi Keling"; Puisi Mohamad Chandra Irfan "Gugur Musim , Di Stasiun Lempuyangan"; dan Raedu Basha "Semua akan Puitis pada Waktunya, Aku Mencari Diriku pada Selembar Wajah"

KOMPAS: Cerpen Okky Madasari "Dua Pengantin"; Puisi Dadang Ari Murtono dan Hasta Indriyana

Lampung Post: Esai Asarpin "Pram dan Sastra Peranakan Tionghoa"; Cerpen Yuli Nugrahani "Semangkuk Mi yang Ingin Kubagi": Puisi Sayyid Fami Alathas

Jawa Pos: Cerpen Kurnia JR "Lukisan Jeihan di Kolong Viaduk"; Puisi Mustofa W Hasyim

Padang Ekspres: Cerpen Tjak S. Parlan "Peristiwa di Rumah Gadai"; Puisi Muhammad Isa Gautama "Berpikir Cahaya , Tentang Bunga di Suatu Musim , Pagi , Hujan dan Kota yang Membeku , Penjamuan di Angkasa , Selepas Musim Gugur , Napas Pengelana"

Riau Pos: Cerpen Taufik Ikram Jamil "Suara 8"; Puisi Beni Setia & Laura Rafti; Esai Gde Agung Lontar  "Tinjauan Pendahuluan atas RUU Kebudayaan"; Alenia Wamdi Jihadi "Islam dan Budaya Literasi"

Xpresi Riau Pos: Puisi Muhammad Syahril Huda "Tumpahkanlah Sedihmu", Rihlatul Fahmi Khairi "Asmara yang Terbelenggu" dan M. Harist Baihaqi "Resapan Hati"; Forum Guru Tri Murti S.Pd.I "Refleksi Diri Sebagai Upaya Mengembangkan Profesi"

REPUBLIKA: Cerpen Irwan Kelana "Kabut Tak Pernah Berdusta"

Pikiran Rakyat: Cerpen Otang K. Baddy "Tikus Margarong"

Inilah Koran: Cerpen Ir-one Sandza "Transaksi Kematian"

Kedaulatan Rakyat: Cerpen Indra Tranggono "Mata yang Terus Menatap" Puisi Isbedy Stiawan ZS "Stasiun Schiphol , Rotterdam yang Dingin , Menikmati Kopi Lampung , Karel Doormanstraat , Mencintai Malam"; Esai Bandung Mawardi "Kata dan Kita, Membangunkan Manusia"

SKH Banjarmasin Post: Cerpen Rusniati Ria Mawarti " Izinkan Dia Hidup" Puisi Sofyan RH. Zaid "Nyanyian Gunung Apam , Nusantara , Akulah Laut Sepi" Esai Zulfaisal Putera "Puisi Cinta"

Suara Karya; Cerpen Udiarti "Fotocopy Sinar"; Puisi Isbedy Setiawan

SKH Media Kalimantan: Esai Micky Hidayat "Membaca Sajak Gledis Claudia Maulida"; Puisi Fahmi Wahid

SKH Radar Banjarmasin: Cerpen  Asep Fauzi  "Wanita Paling Kucinta di Dunia": Puisi Hudan Nur "Kaka Pay ,  Malai , Menuba LautMeraba LautMahadewa" 

Radar Surabaya: Cerpen M. Rosyid HW "Gadis Penumpang Mikrolet": Puisi Singgih Dwi Husanda; Resensi Hendra Sugiantoro "Strategi Belajar Politisi Ternama" Esai Ribut Lupiyanto "(Islam dan Historiografi Hari Valentine".

Radar Bromo: Esai A. Bahtiyar "Virus Valentine"; Cerpen Al Mahfud "Toekang Boekoe"

Solo Pos: Cerpen Tjak S. Parlan "Biografi Kawan Dekat"; Puisi Rykma Alodya; Resensi Resensi Aris Setiawan "Saat Wartawan Menulis Buku"

Radar Mojokerto: Cerpen Risda Nur Widia "Sebutir Peluru di Kepala Ayah"; Esai Caksul "Budaya Postmodern dan Kaum Minoritas".

Radar Malang: Cerpen Nur Holipah "Retak"

Lombok Post: Cerpen Eli Rusli "Hello de Mice"

Malang Post: Cerpen Riami "Pelangi Cinta di Bulan Januari"; Puisi Nida Anisatus Sholihah "Bocah Meronta , Kekasih Terkutuk , Aku Berkabung pada Matinya Cintaku" dan Kurliyadi "Hanya Bumi , Hingga Bumi Tak Lagi Teduh , Di Halaman Pertama , Di Kamar Sebelah"

Duta Masyarakat: Cerpen Anwarus Sholihin "Politik Hewan"



>>Berbagai sumber 


Cerpen: Fajri Andika*
(Cerpen ini telah dimuat di Radar Surabaya pada tanggal 22 November 2015)

“Hentikan tangisanmu itu, Ega. Air mata tidak akan menyelesaikan masalah,” seru Are seraya mengusap air bening yang mulai menggenangi pipi Ega. Malam semakin larut. Sementara Are masih saja setia meminjamkan bahunya untuk Ega. Padahal, lelaki berkulit sawo matang itu sedang kecapaian setelah seharian sibuk ngetik naskah. Namun, demi Ega, ia abaikan segala lelahnya itu.

Seraya mengelus-elus rambut Ega yang lurus panjang bergelombang, Are hendak berkata, “Ingin kubunuh waktu malam ini agar kebersamaan kita abadi.” Namun, bibirnya tidak bisa mengucapkan kata-kata itu.

“Malam makin dingin. Pakailah jaket ini, Ega.” Dan, akhirnya, hanya kata-kata ini yang ia ucapkan.

Are, lelaki pencinta fiksi itu sudah lama memendam rasa kagum pada Ega. Tidak sedikit cerpen-cerpennya terinspirasi dari perempuan itu. Namun, tak ada yang tahu bahwa puisi maupun cerpennya yang sering nampang di surat kabar itu hampir semuanya dipersembahkan untuk Ega. Sebab, ia menaruh nama Lusia, bukan Ega di setiap karya-karyanya.

Lusia itu perempuan imajinerku, begitu Are menjawab setiap kali teman-teman komunitasnya bertanya perihal tokoh bernama Lusia yang selalu menghiasi cerpen-cerpennya. Ia sengaja menaruh nama Lusia agar para pembaca, terutama teman-teman sastranya tidak tahu bahwa ia menyimpan rasa untuk perempuan itu.

Are memang sudah lama menyimpan rasa kagum pada Ega. Menurutnya, hanya lelaki yang memiliki mata dan perasaan tidak normal jika tidak mengagumi perempuan itu.

Apa yang dikatakan Are itu tidak berlebihan. Mengingat Ega memang penuh dengan keindahan. Wajahnya begitu sendu dan syahdu, membuat setiap lelaki yang memandangnya merasa teduh. Tubuhnya tinggi semampai. Tutur katanya begitu halus dan lembut. Ketika ia bicara, daun-daun seakan ingin lepas dari reranting. Apalagi ketika ia tersenyum, bumi seperti berhenti berputar.

Semua keindahan yang dianugerahkan Tuhan kepada Ega itu digambarkan Are secara puitis dalam cerpennya yang dimuat di salah satu surat kabar nasional beberapa minggu yang lalu. Namun, sebenarnya bukan keindahan fisik yang Are kagumi dari Ega. Sifat, tingkah laku, dan perjuangan hidupnyalah yang membuat Are takluk padanya.

Ya, Ega memang sangat beda dengan teman-teman kampusnya, yang hari-harinya hanya dihabiskan untuk hal-hal yang tidak penting. Jika teman-teman kontrakannya sibuk bermain gadget, Ega sibuk membuka lembar demi lembar buku-buku koleksinya. Dan jika kawan-kawan kelasnya sibuk menghambur-hamburkan uang kiriman orangtuanya untuk shoping di beberapa mall ternama, Ega sibuk mencari nafkah untuk membiayai hidupnya dan dikirimkan ke orangtuanya.

Ega membiayai hidupnya dengan menulis dan menari. Jangan heran jika ia mampu membiayai hidupnya dengan hanya mengandalkan reward dari tulisan-tulisannya yang dimuat dan honor menarinya. Sebab, ia begitu pandai dalam dua bidang itu.

Dalam dunia tulis-menulis, setiap minggu, karya-karyanya baik puisi, cerpen, maupun artikelnya selalu menghiasi media massa. Dari tulisan-tulisannya yang dimuat itu, kalau dihitung, dalam waktu sebulan, ia bisa mendapatkan honor tujuh ratus hingga sembilan ratus ribu rupiah. Bahkan, kalau sedang mujur, saldo di ATM-nya bisa mencapai satu juta rupiah.

Begitu pula dalam dunia tari-tarian. Ia sangat pandai menari. Setiap kali ia tampil menari, di mana pun itu, tariannya menyihir ratusan pasang mata penonton. Karena kepandaian dan kelihaiannya dalam menari itu, ia sering terpilih untuk mewakili kampusnya dan Daerah Istimewa Yogyakarta di beberapa kontes tari nasional. Bahkan, ia pernah diundang oleh Kedubes RI untuk Italia dalam rangka memperkenalkan dan mempopulerkan tari tradisional Indonesia di negara yang terkenal dengan sepak bolanya itu.

Itulah Ega, yang kecantikan dan keseksian pribadinya mampu membuat hati dan perasaan Are bergetar. Ega-lah perempuan pertama, pasca ia gagal menikah dengan tunangannya beberapa tahun silam, yang membuatnya mabuk kepayang.

Selama ini memang tidak sedikit perempuan yang memiliki keindahan seperti Ega yang dekat dengan Are. Namun, perempuan-perempuan yang dekat dan secara terang-terangan bilang suka dan kagum pada Are itu tidak mampu membuat hatinya bergolak. Bagi Are, cantik fisik saja tidak cukup jika pengetahuan dan kepribadiannya tidak seksi. Dan semua itu Are temukan dalam diri Ega.

Are kenal dengan Ega saat acara Festival Sastra dan Budaya di kampus UIN Sunan Kalijaga. Waktu itu, Ega tampil sebagai salah satu peserta lomba tari, di mana kelompok tarinya keluar sebagai juara. Saat itu, tarian Ega tidak hanya mampu menyihir para juri dan ratusan pasang mata penonton, tapi juga mencuri perhatian Are. Tanpa sadar, Are mengucapkan kalimat yang diucapkan oleh seorang aktor dalam salah satu film yang pernah ditontonnya: kutemukan Tuhan dalam dirinya. Ia lupa nama aktor dan judul filmnya. Yang tak ia lupa ialah ketika untuk pertama kalinya tangan kasarnya bersentuhan dengan tangan Ega yang halus. Adegan yang bagi Are sangat romantis itu terjadi kira-kira setengah jam setelah acara tahunan itu selesai.

Sejak saat itu, hubungan mereka makin dekat. Tidak jarang Are mengajak Ega ke warung kopi untuk diskusi seputar dunia tulis-menulis atau sekadar menikmati kopi. Ega juga kerap mengajak Are ke Taman Budaya setiap kali ia mau tampil menari.

Meskipun mereka sering ngopi bareng dan pergi ke acara-acara kesenian dan diskusi sastra berdua, namun mereka tetap menjaga jarak. Sebab, Ega sudah ada yang punya. “Lalu, kenapa pacar Ega tidak pernah menemani setiap kali perempuan itu tampil?” tanya salah satu teman Are.

“Setahuku, pacarnya itu tidak suka tari tradisional. Ia lebih suka tari modern. Menurut lelaki bernama Sonar itu, tari tradisional itu kuno dan ketinggalan zaman. Makanya dia jarang, bahkan bisa dibilang tidak pernah menemani Ega setiap kali perempuan itu tampil,” jelas Are.

Ahmad Sonar – lebih akrab dipanggil Sonar – seorang mahasiswa yang sangat mencintai dunia pergerakan. Namun, kalau dari segi penampilan, ia sangat beda dengan para aktivis yang lain, yang tampil apa adanya.

“Aktivis itu juga harus memerhatikan penampilan, biar tidak kelihatan garang dan menakutkan. Mungkin saja ketika kita aksi, ada salah satu Polwan yang tertarik pada kita,” kelakar Sonar pada salah satu teman aktivisnya.

Sonar memang sangat memerhatikan penampilan. Bahkan, ia tidak mau ketinggalan soal fashion. Maklumlah jika Sonar sangat mencintai dunia pergerakan tapi tidak mau ketinggalan dalam urusan penampilan. Ia berasal dari keluarga kaya raya. Ayahnya merupakan aktivis 1998, yang tahun lalu namanya masuk dalam jajaran 10 besar pengusaha sukses Indonesia. Sedangkan ibunya adalah salah satu pemilik butik ternama di Jakarta, yang pada masa mudanya merupakan aktivis gender.

“Sonar selalu bilang bahwa ia suka keindahan. Tapi kenapa ia tidak pernah menyukai tarian tradisionalku yang indah, dan justru lebih tertarik pada tarian modern perempuan itu?” kata Ega. “Ini tidak masuk akal. Benar-benar tidak masuk akal. Hanya karena masalah tari yang tidak ia sukai, ia memutuskan untuk pergi.” Ia tertunduk lesu dengan ekspresi wajah putus asa.

Melihat Ega makin gelisah, Are tambah bingung dan tak tahu bagaimana caranya menenangkan perempuan yang hatinya baru patah itu. Di satu sisi ia bahagia melihat hubungan Ega dengan kekasihnya buyar, tapi di sisi yang lain ia tidak tega melihat perempuan itu menangis semalaman. Baru kali ini ia melihat Ega sesedih itu.

”Kenapa kamu masih mau mempertahankan hubunganmu dengan Sonar? Apakah dulu kamu menerimanya karena dia berduit, sehingga kamu jadi stres seperti ini?” berkata Are dalam hatinya saat air hangat yang menitik dari sepasang mata Ega semakin menggenangi baju di bagian bahunya.

Namun, pertanyaan-pertanyaan yang ada dalam benak Are itu seketika buyar ketika Ega, dengan suara parau berkata, “Kenapa tiba-tiba dia pergi meninggalkanku dan lebih memilih perempuan yang selalu tampil modis itu? Kurang apa aku selama ini sama dia?” ia berhenti sejenak, mengusap air mata yang makin membanjiri wajahnya, kemudian melanjutkan, “Aku tidak mengerti kenapa dia berubah. Padahal, dulu dia tidak seperti itu. Aku mencintai dan menerimanya bukan karena kekayaannya. Bahkan, aku tahu kalau dia berasal dari keluarga kalangan atas ketika hubungan kami sudah berjalan satu tahun. Itu pun aku tahu dari temanku. Aku dulu menerimanya sebagai pacarku karena aku mengaguminya. Dia mahasiswa yang amat peka terhadap persoalan-persoalan kampus. Bahkan, dulu dia pernah menginap di kantor Polisi karena berorasi di depan Rektorat. Aku ingat betul, dulu dia nekat aksi sendirian di depan kantor Bapak Rektor itu untuk memprotes para birokrat kampus yang menaikkan SPP. Tapi, yang paling aku makin tak punya alasan lagi untuk tidak menerimanya ialah ketika ia bilang bahwa ia mencintai dunia seni dan sangat kagum dan suka pada perempuan yang menggeluti tari tradisional. Sebab, katanya, anak-anak muda sekarang, khususnya kaum hawa, lebih menyukai tari modern daripada tari tradisional. Tapi, ternyata, semua yang diucapkannya itu hanya dijadikan umpan agar hatiku luluh. Ia sama sekali tidak menyukai tari tradisional. Dan…..”

Belum selesai Ega bicara, keburu dipotong Are, “Ssstt…., kau terlalu banyak bicara.” Ia berhenti sejenak, mengambil nafas dalam-dalam, kemudian melanjutkan, “Kau terlalu banyak membuang air mata. Perlu kamu tahu, Ega, kepergian dan kehadiran bermula dari cinta.”


Cerita buat Lusia Ega Andriana

Yogyakarta, 2015