Sajak-sajak J. Rizal


(Sajak-sajak ini telah dimuat di koran Minggu Pagi pada hari Jum’at tanggal 06-01-2016)

Jumprit

Mata air yang suci
Aku haturkan penghormatanku
Dengan ketabahan
Di detik-detik pencarian ketenangan

Biarkan aku menarikmu ke dalam
Saat purnama menginjak Mei
Sebagai air suci dalam perayaan Waisak
Pada guruku Buddha Sidharta Gautama
Yang telah mencapai ketenangan sempurna

Aku ingin sebening permata
Basuhlah hati
Berlumutkan dosa-dosa
Tenggelamkan ke dalam
Meskipun jauh dari kepantasan

2015

Semut Jantan

Jauh di kaki sepi
Melangkah ragu dalam bisu
Yang retak ditidurinya
Oleh tubuh cemburu dan lagu

Rindu memanggil rindu
Wajah membayang penyesalan
Di pantat terali kesepian

Gelap teramat pekat
Kelam tetap dalam hening
Biarkan semua jantan
Raja dari segala rindu

2015

Aku Seperti Puisi

Aku seperti puisi
Lahir dari api cemburu atau luka yang batu
Ibuku adalah rindu, dan bapakku kesetiaan
Bahkah sebenarnya tak punya orang tua
Lahir dari ketiadaan
Entahlah, tapi aku pincang
Lahir bukan pada waktunya

Aku seperti puisi
Masih setia dengan kesendirian
Tanpa kepergian yang membingungkan
Mencari teman-teman yang hilang
Semedi dalam pejam

2015

Ingin Aku jemput Kau Malam Ini

Ingin aku jemput kau malam ini
Dengan separuh harapan yang masih basah
Mengisi sunyi agar tak sendiri lagi
Kita pun saling melempar pertanyaan denga malam
Siapa yang lebih dulu mengisi kesunyian?
Membawa kepergian jauh sekali
Hingga tak tahu arah pulang
Tinggal bayang hilang dalam remang

2015

Tinggal Angan

Yang merayap senyap di malam gelap
Mengintai kepulangan yang tak tahu lagi
Kemana jiwa-jiwa rapuh akan pergi
Tapi
Tidak dengan yang selalu menyisakan
Setiap jejaknya untuk dikenang atau dilupakan
Dan
Diam-diam kita menutup mata rapat-rapat
Mencari sisa bayang yang hilang dalam pejam

2015

Bodoh

Demi rindu yang menyala-nyala
Seperti kuda berlari memercikkan api cemburu
Meninggalkan segala harapan
Menuju puncak penyesalan
Dan sampailah pada suatu hari
Di mana kita tak tahu lagi memaknai rindu

2015

Yang Berlalu

Aku pergi menembus masa lalu
Melewati lorong paling rindu
Esok hidup yang lelah
Alam kejam itu sudah
Peluh keruh membanjir
Kehulu-kehilir
Semua adalah waktu

2015

Ragu-ragu

Bukan persoalan cinta atau rindu yang membingungkan, Nur
Tapi tentang kesiapan; di mana tak lagi mempersoalkan hal sepele
Dan cerai di kemudian hari
Lekaslah bangun, tidurmu memang nyenyak
Hari sudah dibakar usia, tinggal berhala penyair yang mabuk
Meminum rindunya
Beranjak, berlari, menuju yang lebih berarti
Kita tak lebih dari sekerat kenangan
Dari nenek moyang berantas usia
Dan hari telah tinggi
Bangunlah, sambut dengan senyuman

 2015

Pohon

aku ingin pohon
yang akarnya menusuk kekecewaan
berdahankan masa lalu
ranting-ranting adalah penantian
yang daunya kesetiaan

pohon yang berbuah rindu
matang dipetik malu-malu
pada setiap bernafas, saat itulah kusirami dengan rasa cemburu
agar tumbuh subur, mencakar setiap kesepian
menjadi kuat, walau dihantam berulang kali
oleh penyesalan

2015
Comments
0 Comments